Jakarta,
7 Mei 2013
Nomor : 02/V/B-Sagin/2013
Lamp :
Perihal : Tema, Renungan dan Pesan Waisak 2557
YM.
Bhikkhu Sangha
Sangha
Agung Indonesia
Di
Seluruh Indonesia
Namo
Sanghyang Adi Buddhaya,
Namo
Buddhaya, Bodhisattwaya, Mahasattwaya.
Sehubungan
dengan Hari Raya Waisak 2557/ 2013, kami mengucapkan Selamat Tri Suci Waisak
semoga dapat
mempraktekkan nilai-nilai luhur dari Hari Raya Waisak. Semoga Bhante senantiasa
sehat dan selalu dalam
lindungan para Buddha, Bodhisattwa, Mahasattwa.
Berkenaan
dengan hal tersebut, kami menyampaikan detik - detik Waisak tahun 2013/ 2557
akan tiba pada :
Hari, tanggal : Minggu, 25 Mei 2013
Waktu : Pukul 11:24:39 WIB
Tema
Waisak : Kasih Buddha Menerangi Dunia
Bersama
ini kami juga melampirkan “Pesan Dan Renungan Waisak 2557/ 2013 Sangha Agung Indonesia”
untuk dapat disampaikan kepada umat Wihara/ Cetiya di seluruh daerah yang
berada di bawah pembinaan
Majelis Buddhayana Indonesia.
Demikian
pemberitahuan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya, kami haturkan terima
kasih.
Mahathera
Nyanasuryanadi
Ketua Umum
http://www.2shared.com/document/EG2XKGSi/Tema_Waisak_2557_BE_SAgin.html
Pesan dan Renungan Waisak
2557 BE/ 2013
(Sangha Agung Indonesia)
(Sangha Agung Indonesia)
Namo Sanghyang Adi
Buddhaya
Namo Tassa Bhagawato
Arahato Sammasambuddhassa
Namo Sabbe Bodhisattwaya
Mahasattwaya
Setiap kali Hari Waisak tiba umat Buddha akan mengenang tiga
peristiwa yang terjadi dalam kehidupan guru junjungan para dewa dan manusia :
1.
Kelahiran calon Buddha, yaitu Pangeran
Siddhartha Gotama, di Taman Lumbini.
2.
Tercapainya Penerangan Sempurna, yaitu Petapa
Gotama menjadi Buddha, di Buddha Gaya.
3.
Mahaparinirwana Buddha, yaitu Buddha
Gotamameninggalkan dunia ini, di Kusinara.
Hari Waisak adalah Hari Buddha, oleh karena itu di hari peringatan
Waisak kita sesungguhnya tidakhanya dibatasi untuk hanya mengenang tiga
peristiwa tersebut di atas, tetapi kita juga dapat mengenangkehadiran Buddha di
dunia ini secara lebih utuh. Kehadiran Buddha yang penuh kasih, kehadiran
Buddha yang telah menerangi dunia. Dan kita akan benar-benar menyadari bahwa
kasih Buddha menerangi dunia.
Dalam kitab suci dikatakan, bahwa:“Melihat orang-orang tenggelam
dalam samudra kelahiran, kematian, dan kesedihan, Buddha tergerak untuk
menolong mereka. Melihat orang-orang melakukan kejahatan melalui pikiran,
ucapan, dan perbuatan, lalu menerima buah yang pahit akibat kejahatannya, namun
mereka tidak pernah berhenti mengejar nafsu keinginan jahatnya, Buddha tergerak
untuk menolong mereka. Melihat bahwa walaupun mereka merindukan kebahagiaan,
tetapi mereka tidak berusaha mendatangkan buah karma yang membahagiakan bagi
diri mereka, walaupun mereka membenci rasa sakit, namun mereka dengan sadar
mendatangkan buah karma yang menyakitkan bagi diri mereka sendiri, Buddha
tergerak untuk menolong mereka. Melihat mereka hidup saling membunuh dan
melukai satu sama lain, dan mengetahui bahwa oleh karena kebencian telah tumbuh
subur di dalam hati maka mereka pasti akan menerima akibat buruknya bagi diri
mereka sendiri, Buddha tergerak untuk menolong mereka.”Buddha menjelaskan
kepada para biksu mengenai kehadiran seorang Samyaksambuddha di
dunia ini, “Para Biksu,
ada satu orang yang terlahir di dunia demi kesejahteraan banyak makhluk, demi
kebahagiaan banyak makhluk; Ia terlahir karena kasih kepada dunia, untuk kepentingan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Siapakah orang yang satu
ini? Ia adalah Tathagata, seorangArahatyangMahasuci, seorang yang mencapai Penerangan
Sempurna. Inilah, Biksu, manusialuarbiasa yang satu itu.”(AnguttaraNikaya I,
21) Karena kasihNya kepada dunia, Buddha telah menunjukkan kepada kita
melalui lakon perjuangan Pangeran Siddhartha dan Petapa Gotama, bahwa
manusiaitu mampu menjadi Buddha. Selanjutnya, setelah menjadi Buddha, karena
kasihNya Beliau mengajarkan Dharma yang merupakan jalan pembebasan total dari duka,
jalan untuk mencapai Kebahagiaan Sejati. Sanggha yang Beliau bentuk adalah
komunitas harmonis dari para praktisi Dharma, yang akan membantu anggotanya
belajar, berlatih, dan berbagi Dharma. Karenanya melalui kasih Buddha, Sanggha
yang secara turun temurun masih berlanjut hingga kini adalah komunitas
pelestari Dharma. Setelah kita menyadari betapa besar kasih Buddha kepada
dunia, kita seharusnya memberikan penghormatan dengan cara yang terbaik kepada
Buddha. Jika kita menempuh jalan Dharma, inilah cara yang terbaik untuk
menghormati Buddha. Kita tidak bias mencapai tujuan kita dengan hanya
mempersembahkan lilin, dupa, dan bunga. Marilah kita membaca petikan
Mahaparinibbana Sutta, untuk mengetahui apa yang dikatakan Buddha tentang
penghormatan tertinggi terhadap Beliau. Dan Bhagawa berkata, “Ananda,
siapkanlah sebuah tempat tidur di antara kedua pohon sala ini, karena Aku
merasa tidak enak dan ingin berbaring.” Maka Y.A. Ananda pun berbuat
sebagaimana yang Bhagawa minta, dan kemudian Bhagawa berbaring miring ke kanan,
dengan menumpangkan sebelah kaki di atas kaki yang lain dalam posisi bagaikan singa
berbaring, dengan penuh perhatian dan kesadaran yang jelas. Kemudian kedua
pohon sala itu mendadak, di luar musim, bunga-bunganya bermekaran dan menaburi
Beliau karena rasa hormatnya kepada Tathagata. Bunga-bunga dan bubuk kayu
cendana surgawi bertaburan, dan musik serta suara-suara surgawi pun dapat
terdengar, semuanya timbul dari rasa hormat kepada Tathagata. Lalu Bhagawa
memanggil Y.A. Ananda dan berkata, “Lihatlah pada bunga-bunga pohon sala serta
bunga-bunga, bubuk kayu cendana, musik, dan suara-suara surgawi ini. Namun,
bukanlah seperti ini Tathagata dihormati, dimuliakan, dihargai, dan dipuja
dengan penghormatan tertinggi. Tetapi para biksu dan biksuni, upasaka dan
upasika, yang menaati Dharma, menempuh jalan Dharma, melaksanakan Dharma,
merekalah yang menghormati, memuliakan, menghargai, dan memuja Tathagata dengan
penghormatan tertinggi. Oleh karenanya, taatilah Dharma, tempuhlah jalan Dharma
dan laksanakanlah Dharma. Inilah cara engkau seharusnya melatih diri.” Melaksanakan
Dharma adalah meneladani perjuangan yang telah dilakoni oleh Buddha. Diawali
sebagai manusia biasa, jika kita terus berjuang di jalan Dharma maka pada
akhirnya kitapun akan bisa menjadi Buddha.
Semua Buddha memiliki
tubuh Dharma (Dharmakaya).Dharmakaya itu maha esa dan senantiasa ada,
maka kasih Buddha pun senantiasa ada. Kasih Buddha adalah kasih semesta untuk semua
orang dan, kasih yang tidak pernah pada minim memberikan kebahagiaan bagi
semuamakhluk. Sebagai bentuk nyata pelaksanaan Dharma, kita seharusnya ikut
menghadirkan kasih Buddha dalam kehidupan kita sehari-hari.
Mengasihi berarti membawa
kebahagiaan, mengurangi penderitaan, mempersembahkan sukacita, dan melampaui
semua diskriminasi. Dalam Karaniya Metta Sutta, terdapat bait yang
mengajarkan praktik mengasihi tersebut:“Selagi berdiri, berjalan, duduk, atau berbaring,
selama tiada lelap, dia tekun mengembangkan perhatian penuh kesadaran ini, yang
disebut Kediaman Luhur.” Kediaman Luhur adalah metta yang membawa kebahagiaan,
karuna yang mengurangi penderitaan, mudita yang mempersembahkan sukacita,
dan upekkha yang melampaui semua diskriminasi.
Cara kita untuk
membawa kebahagiaan tidak hanya dengan mengasihi orang lain, tetapi juga dengan
mengasihi diri kita sendiri. Apabila kita tidak tahu bagaimana mengasihi diri
kita sendiri demi menghadirkan kebahagiaan, maka kita juga tidak akan mampu
menghadirkan kebahagiaan bagi orang lain. Jadi manakala menghadapi penderitaan
dalam diri sendiri, janganlah kita bertempur dengannya, kita malah akan semakin
menderitaoleh karena kita mengembangkan kebencian. Dengan belajar menerima dan
memeluknya,kita akan dapat merubah penderitaan itu menjadi kasih. Kebahagiaan
berkaitan erat dengan penderitaan, ketika tahu apa itu penderitaan kita juga
akan tahu apa itu kebahagiaan, jadi mengerti dan menyadari penderitaan
merupakan fondasi kebahagiaan.
Kasihadalah sifat luhur
yang memberikan dorongan dan semangat untuk menolong sesame manusia dengan
berbagai cara yang baik. Kasih yang agung menciptakan hati yang peka dan halus
untuk dapat turut merasakan penderitaan mereka yang sakit, sengsara, dan menderita.
Penderitaan anda adalah penderitaan saya, demikianlah hati orang yang telah mempunyai
kasih. Namun untuk mengurangi penderitaan dan membantu mentransformasi
penderitaan orang lain, kita pertama-tama perlu belajar menangani penderitaan
kita sendiri terlebih dahulu. Karuna bukan berarti kita harus ikut
menderita, karena jika kita malahan menderita bersama orang yang tengah
menderita maka tentunya kita tidak dapat menolong orang tersebut. Yang harus
kita lakukan adalah menghadirkan energi perhatian penuh kesadaran, yaitu Buddha
yang ada dalam diri kita. Jika dengan energi perhatian penuh kesadaran kita menerima
kehadiran emosi yang menyebabkan penderitaan, maka kebijaksanaan akan lahir untuk
meredakan emosi itu, kita pun terbebas dari dukacita. Kasih juga berarti
mempersembahkan sukacita kepada yang lain,dan untuk itu kita juga harus mampu
bersukacita terlebih dahulu. Apabila kita tidak bisa tersenyum, tentunya tidak
ada orang yang bisa mendapatkan manfaat dari kehadiran kita. Sebaliknya,
walaupun tidak ada apa pun yang kita lakukan, apabila kita penuh sukacita
sesungguhnya kehadiran kita sudah memberi manfaat kepada banyak orang.
Dalam Satipatthana
Sutta, Buddha mengajarkan bagaimana menghadirkan sukacita dengan berlatih
hidup berkesadaran dan konsentrasi. Jika kita tahu cara melepaskan atau let
it go, hidup berkesadaran (sati), konsentrasi (samadhi), dan
kebijaksanaan (pannya), maka setiap saat sukacita dan bahagia akan bisa
hadir dalam diri kita. Akhirnya, jika kita mampu melampaui semua
diskriminasi, maka kita akan dapat mengasihi semua orang. Semua orang akan
ada dalam rangkulan kasih kita. Kitapun akan memiliki cukup banyak kasih dan
kesalingpahaman, untuk membantu mentransformasi dan menyembuhkan luka-luka yang
disebabkan oleh kekerasan, kebencian, dan diskriminasi. Jika kita tahu cara
untuk kembali ke momen saat ini dan membangkitkan energy perhatian penuh
kesadaran, konsentrasi, dan kebijaksanaan, maka kita akan bersentuhan dengan keajaiban-keajaiban
kehidupan. Kita akan memiliki kebahagiaan dengan seketika. Kita akan memiliki
kebijaksanaan. Kita tidak lagi mendiskriminasi atau berpikiran sempit. Kita
dapat membuka kedua tangan untuk merangkul semua orang dan kita tidak memiliki
musuh. Ketika kita tidak memiliki musuh, tidak mencela, tidak menyalahkan, maka
pikiran kita menjadi ringan seperti awan.
Marilah dengan
menggunakan momentum hari Waisak, kita bersama-sama memperkuat tekad kita untuk
berlatih mempraktikkan kasih Buddha. Semoga kegelapan yang menyebabkan adanya
ketidakharmonisan, permusuhan, dan saling membenci di dunia ini dapat menjadi
sirna. Kasih Buddha menerangi dunia.
Selamat Hari Waisak 2557,
semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Mettacittena,
Mahathera Nyanasuryanadi
Ketua Umum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar